Semua orang pasti akan mengalami rasanya menjadi seorang anak ataupun sebagai orang tua. Ketika menjadi peran seorang anak, sering sekali membantah perintah orang tua, merasa orang tua terlalu posesif, mengekang (sama aja ya posesif dan mengekang..hehe), dsb. Sedangkan jika menjadi peran sebagai orang tua hal tersebut dilakukan karena saking sayang dan cintanya terhadap anaknya sehingga apapun yang dilakukan adalah yang terbaik untuk anaknya.
Sebenarnya apakah orang tua dan anak memiliki cara pandang yang berbeda atau gimana sih ya. Sedikit sharing, saya ambil dari buku Nuansa Hidup Nyanakumuda tentang cara pandang orang tua dan anak,
Suatu hari
saya didatangi seorang tua yang mengeluh bahwa anaknya tidak mau mendengar dan
mengikuti nasehatnya. Hal ini membuat dirinya sedih dan mengakibatkan
terjadinya kesenjangan antara dirinya dan sang anak. Apa yang salah pada semua
?
Orang tua karena rasa sayang dan khawatir akan masa depan
sang anak, membuat peraturan-peraturan yang lebih dikenal dengan “ini boleh dan
itu tidak boleh”. Di sisi lain, sang anak juga mengeluh kebijakan dari orang
tua yang dianggap over protecting hingga terkesan tidak bisa mandiri dan yang lebih
ekstrim lagi, ia katakan sebagai “mematikan kreativitas dan membunuh karakter.”
Jika kita
membayangkan diri kita sebagai orang tua tersebut dan mencoba untuk merasakan bagaimana perasaan orang tua terhadap anaknya,
maka kita dapat memahami bahwa tidak ada satupun orangtua yang mengharapkan
anaknya menderita. Orang tua tentunya menginginkan yang terbaik bagi
anak-anaknya. Pada saat yang sama, kita menukar diri kita sebagai seorang anak
yang merasa dikekang oleh kemauan orang tua, kita dapat merasakan bagaimana
tekanan yang ada bila harus mengikuti kemauan orang tua yang tidak sesuai
dengan bakat dan minat kita. Tentu hal ini dapat membuat sang anak frustasi dan
putus asa.
Sebenarnya
akar persoalan bukan terletak pada mana yang mesti dipilih, tetapi lebih
dikarenakan kurangnya saling pengertian antara orang tua dan anak. Komunikasi merupakan
hal penting untuk menyamakan persepsi dan menumbuhkan saling pengertian pada
orang tua dan anak. Sering kali orang tua dalam berkomunikasi selalu satu arah.
Orang tua ingin sang anak mengerti dan melakukan apa yang mereka harapkan. Sementara
itu mereka tidak mencoba untuk mengerti cara berpikir dan keluhan sang anak. Ketika
sang anak merasa tidak ingin bisa curhat dengan orang tua, maka disaat mereka
memiliki masalah, orang tua sudah tidak lagi menjadi orang terdekat yang bisa
memberikan kesejukan dan kedamaian. Hal penting yang dilakukan orang tua dalam
berkomunikasi dengan anak seperti yang
Buddha katakan adalah pentingnya melakukan pendekatan dengan kasih sayang.
Walaupun
orang tua mengharapkan yang terbaik bagi anaknya, bukan berarti jalan yang
mereka pilih untuk anaknya tepat. Anak-anak bagaikan cermin. Kalau mereka
berada dalam suasana kasih, kasih itulah yang mereka pantulkan. Kalau kasih
tidak ada, mereka tidak punya apapun untuk dibagikan.
Kahlil
Gibran suatu kali berkata “Anak-anakmu adalah bukan anak-anakmu. Meskipun mereka
bersamamu, tapi mereka bukan milikmu. Engkau boleh memberikan cintamu tapi
bukan pemikiranmu. Janganlah membuat mereka sama dengan mu. Biarkanlah mereka
tumbuh dengan bebas.”
Pada batasan
tertentu, orang tua memang mesti mengambil peranan penting bagi perkembangan
anak-anak mereka (seperti moral etika) sebagai wujud tanggung jawab dan kasih
sayang mereka. Namun orang tua semestinya memberikan kepercayaan kepada anaknya
tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Ini juga telah
Buddha sampaikan dalam sigalovada Sutta
tentang bagaimana orang tua mendidik dan mengarahkan anak mereka agar mencapai
kesuksesan, salah satunya adalah memberi dukungan kepada anaknya untuk
mengembangkan bakat dan minat mereka.
Tag :
Motivasi
0 Komentar untuk "Cara Pandang Orang Tua dan Anak"